Kamis, 22 April 2010

MENGGAGAS PRODUKTIFITAS KADER MUSLIM NEGARAWAN


(…sebuah usulan untuk sebuah perubahan…)


Beberapa pekan terakhir ini, kita sering disuguhkan berbagai polemik masalah yang diberitakan oleh seluruh media di Indonesia. Penanganan kasus Century yang belum berujung, ditambah lagi dengan rumitnya permasalahan makelar kasus (markus) ditubuh POLRI. Multy konflik tak kunjung reda. Semakin hari semakin runyam saja polemik bangsa ini, ibarat bola salju yang terus menggelinding, berbagai permasalahan selalu semakin genting.

Tak dapat dipungkiri memang. Harus dibutuhkan berbagai peran elemen tertentu dalam menyikapi hal ini, baik dari kalangan birokrat, legislative, lembaga peradilan, dan masyarakat yang tergabung dalam LSM maupun ormas. Gejala-gejala serupa akan terus menggandrungi bangsa ini jika tidak dilakukan inisiasi kolektif kearah perbaikan bangsa. Jujur, saat ini kita sedang mengalami degradasi kepemimpinan. Sistem Demokrasi yang sudah digagas tak mampu melahirkan sosok pemimpin yang memberikan kebijakan penuh untuk kemaslahatan rakyatnya. Demokrasi? Seperti cek kosong saja. Siapa pemimpinnya, maka dialah yang akan mengatur scenario harus bagaimana dan seperti apa rupa demokrasi yang diinginkan bagi bangsa ini.

Kita mungkin ingat, letak perbedaan bangsa yang maju dengan bangsa yang berkembang. Amerika, Jepang, China, Korea, adalah beberapa Negara paling maju di abad ini. Indonesia dan hampir semua Negara di benua hitam dikatakan sebagai Negara berkembang. Suatu bangsa dikatakan maju apabila mampu memenuhi taraf kemapanan dalam seluruh aspek, dengan tingkat kemiskinan yang sangat rendah. Sedangkan bangsa yang berkembang, itu sama halnya dengan bangsa yang baru “meniti karir”/miskin/terbelakang. Saya teringat dengan pesan yang pernah disampaikan oleh seorang teman dalam tulisannya. “Bangsa kita bukan miskin (terbelakang) karena kurang Sumber Daya Alam, atau karena alam yang kejam kepada kita. Akan tetapi, Kita terbelakang/lemah/miskin karena perilaku kita yang kurang/tidak baik. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan masyarakat kita pantas membangun masyarakat, ekonomi, dan Negara”.
Melihat tinjauan semua itu, tentulah kita dapat berfikir akan seperti apa bangsa kita kedepan. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) hadir sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan yang berbasis gerakan politik moral dan intelektual ditengah-tengah masyarakat. Sebagai salah satu elemen penting dalam masyarakat. KAMMI diharapkan menjadi salah satu mata rantai dalam upaya perbaikan degradasi kepemimpinan saat ini. Tentunya tanpa mengesampingkan banyak elemen penting lainnya yang memiliki tujuan yang sama pula.

Skenario KAMMI Sebagai Organisasi Masyarakat (ORMAS)
Terlahir sebagai sebuah organisasi baru di era reformasi 1998, tak menyurut semangat para kader-kadernya dalam menuntut perubahan pergantian tahta kepemimpinan saat itu. Organisasi yang terhimpun dari kumpulan LDK Se-Indonesia ini, mampu dengan cepat menyesuaikan diri dengan suhu politikn Indonesia. Aksi pun berkecamuk, memaksa Soeharto lengser dari jabatannya tepat pada hari kamis 21 Mei 1998 pukul 09.05 di Istana Merdeka Jakarta. Zaman Orde Baru kini tereduksi oleh zaman REFORMASSI. Namun setelah berhasil menggulingkan rezim yang berkuasa selama 32 tahun tersebut, ibarat angin lalu kata REFORMASI seolah-olah hanya menjadi sayap-sayap patah sampai saat ini. Supremasi hukum yang masih mengganjal, munculnya berbagai raja-raja kecil diberbagai daerah akibat otonomi yang tidak konstruktif, amandemen UUD’45 yang masih “berbau politis” dan pengertian budaya Demokrasi yang serampangan disalah artikan oleh semua pihak. Jika tidak diobatai, hal ini akan menjadikan bangsa kita terus menerus dihantam oleh berbagai badai krisis yang sangat akut.
Mengenal Gerakan KAMMI, tentunya harus mengetahui bagaiamana gerakan ini yang pada awalnya hanyalah berupa gerakan kampus biasa, namun kini ia mampu memetamorfosiskan dirinya menjadi gerakan Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS). Sebagai salah satu elemen bangsa yang telah memelopori gerakan reformasi, ia tidak boleh berhenti untuk selalu berkonstribusi. Para aktivis KAMMI agaknya berusaha untuk menjalankan betul ucapan Muhammad SAW yang tertuang dalam sebuah hadistnya, yaitu “yang terbaik diantara kamu adalah yang paling besar manfaatnya untuk masyarakat”. Kalimat ini dipopulerkan oleh aktivis KAMMI melalui stiker ataupun selebaran-selebaran yang dibuatnya saat itu. Agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakatnya tersebut, maka aktivis KAMMI berfikir bahwa KAMMI tidak boleh hanya sekedar menjadi “Paguyuban Demonstran”.
Untuk melakukan maneuver-manuver kerja jangka panjang dalam proses perubahan di Indonesia, idealisme para aktivis KAMMI harus menjelma menjadi sebuah gerakan yang terorganisir, terlembagakan dan terwariskan dengan baik. Penjelmaan tersebut akhirnya merubah pola gerakan KAMMI dengan menjadikan KAMMI sebagai sebuah Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) yang tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat (Rahmat : 2001).

KAMMI, MUSLIM NEGARAWAN
Perlunya regenerasi kepemimpinan yang cerdas, loyal, konsisten dan bermoral kedepan adalah langkah-langkah idealis yang akan dilakukan oleh para aktivis KAMMI. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan pola gerakan, KAMMI selalu menyesuaikannya dengan motto yang berbeda. Mulai dari motto Oposisi Abadi, Bergerak Tuntaskan Perubahan, Intelektual Profetik, dan terakhir Muslim Negarawan.

Muslim Negarawan, dua kata yang cukup untuk mengisyaratkan watak aktivis KAMMI. Jargon Muslim Negarawan terlahir bukan karena bentukan jargon-jargon kosong belaka. Ada split makna yang perlu dikaji dari dua kata tersebut. Rahman Toha, ketua KAMMI Pusat pernah mengatakan bahwa dua kata ini terlahir dari sebuah diskusi kecil yang cukup alot. Hingga pada akhirnya disepakati dua kata ini sebagai pelengkap visi gerakan KAMMI dalam method (manhaj) 1427 H.

Kata NEGARAWAN jika di tinjau dari segi makna harfiahnya bisa berarti seorang pemimpin negara, berjasa pada negara, dan seorang yang nasionalis dengan tanpa mementingkan kelompok atau golongannya. Namun jika ditinjau dari segi kemahasiswaannya, maka istilah negarawan ini bukan suatu struktural formal pada umumnya, melainkan suatu struktural mentalitas yang akan menjadikan peran mahasiswa sebagai sebuah balancing power (kekuatan penyeimbang) terhadap kekuatan politik dalam konteks kekinian dan kedisinian.

Sosok Muslim Negarawan terlahir dari sebuah kekuatan Ideologi membentuk sebuah kematangan idealis. Menurut aktivis KAMMI, ideologi merupakan suatu sistem kepercayaan, filsafat, keyakinan, yang kemudian termanifestasikan dalam sebuah bentuk amalan. Seperti halnya way of life (ibadah wajib/maghda’), pola paradigma (fikroh), dan methods (manhaj). Pengertian ideologi tidak cukup sampai disitu saja, karena sebuah ideologi bukan untuk di mengerti melainkan untuk difahami (faham : bisa menjelaskan kepada orang lain dengan bahasa sendiri dan membuat orang lain tahu atau disebut juga Ilmu/kognitif). Namun, faham juga belum tentu bisa masuk ke hati. Barulah ketika hati telah merasakan seajtinya ideology, maka hati akan termanifestasi dalam bentuk sebuah amalan. Disamping itu, dari ideologi juga terlahir istilah idealisme. Idealisme adalah bentuk konsistensi terhadap pelaksanaan amalan-amalan yang termanifestasikan tadi hingga kemudian terlahir sosok paripurna, dalam hal ini adalah sosok Muslim Negarawan yang nantinya dapat memberikan kemanfaatan/kontribusi sebagai agen of change dan agen of control terhadap setiap permasalahan kebangsaan.

Sedangkan tugas dari visi gerakan Muslim Negarawan pada dasarnya adalah untuk mentransformasikan nilai-nilai keIslaman kepada publik (orang Islam atau bukan), karena Islam sejatinya adalah rahmatan lil’alamin yang pada tujuan akhirnya akan membentuk suatu system masyarakat madani. Tentunya masyarakat tersebut akan lahir dan tercermin dari upaya-upaya perbaikan yang mesti dilakukan melalui:
a. Pengamalan nilai-nilai amal ma’ruf nahi munkar (zakat, infak, sodaqoh, dan pelarangan perbuatan tercela)
b. Pemahaman objektivitas masyarakat yang mensyaratkan kesesuaiannya dengan konteks kekinian dan kedisinian, memenuhi aturan adat setempat, memenuhi prinsif pluralitas, dan memenuhi prinsif non konfrontatif.

Hal inilah yang membedakan gerakan KAMMI dengan beberapa gerakan ormas lainnya. Menurut Imam Cahyono dalam tulisannya yang bertajuk “Mancari Akar Ideologi Organisasi Islam” menjelaskan bahwa KAMMI yang dilahirkan oleh para aktivis Lembaga Dakwah Kampus memiliki corak pergerakan yang khas. Jaringan mereka sangat luas dan telah ada hampir diseluruh Perguruan Tinggi di Indonesia. Tidak mengherankan jika pada usia yang masih muda KAMMI di puji banyak kalangan sebagai ormas mahasiswa Islam tersolid saat ini. Kehadiran massa dalam jumlah besar di setiap aksinya, memperkuat daya tekan KAMMI dalam mendukung gerakan reformasi.

Pada tataran teologis KAMMI memiliki doktrin pemahaman yang cukup kuat bahwa Islam sebagai suatu sistem yang total (kaffah) merupakan solusi terbaik dalam menjawab tantangan kemanusian. Bagi KAMMI, Islam tidak hanya berbicara mengenai pribadi individu, tapi Islam juga mengatur juga tentang hubungan sosial. Karena itu kemenangan Islam dalam keyakinan KAMMI adalah suatu keniscayaan.

Tradisi pendekatan wacana yang berkembang di KAMMI adalah upaya pencarian keabsahan gerakannya melalui teks-teks suci. Hampir di setiap kali muncul wacana pemikiran KAMMI akan selalu diikuti sumber pembenarannya dari teks Al Qur’an dan Hadits. Pembacaan terhadap teks-teks suci tersebut telah memberikan semangat juang (ghiroh) tersendiri bagi KAMMI. Pada akhirnya, kontekstualisasi teks dengan realitas sosial sekarang mendorong KAMMI berkiprah lebih banyak di bidang pelayanan sosial, pendidikan politik, dan advokasi umat. Berbicara politik (siyasah), KAMMI mencoba fokus pada satu titik tekan, yaitu untuk perubahan yang lebih baik. Menurut KAMMI, siyasah adalah seni mengolah kemungkinan atau peluang (fan al munkin). Dan inilah yang harus diasah. Lebih mudah dari mengasah nilai-nilai mendasar keIslaman.

KAMMI dan POLITIK
Ada beberapa selintingan yang cukup mengganggu pikiran para aktivis KAMMI yang selalu dikait-kaitkan dengan pola hubungan koordinasi terhadap lembaga kepartaian. Karena dirasa KAMMI memiliki pola gerakan dengan basis ideologi dan teologi yang mirip dengan suatu partai berlabel dakwah Islam. Namun yang membedakannya adalah pada pelakonnya, Partai oleh Politikus, KAMMI oleh Aktivis Kampus. Lantas bagaimana sebenarnya pola hubungan KAMMI dengan lembaga kepartaian/politik ?

Dalam AD/ART KAMMI juga mengatur mengenai pola hubungannya dengan lembaga Politik/kepartaian. Secara aturan organisasi, tidak ada satu pun aturan yang mengatur bahwa KAMMI bernaung dibawah PARTAI. Jelas KAMMI hanya mendukung gerakan politik yang berdasarkan pada politik moral, tanpa harus menjadi gerakan politik praktis. Artinya, KAMMI akan selalu mendukung gerakan lembaga Politik yang berbasiskan gerakan moral untuk rakyat. Jika demikian halnya, maka Partai lain yang dirasa memiliki konsepsi gerakan yang sama tentunya akan menjadi partner gerakan bagi KAMMI kedepannya. Namun apakah hal ini sudah sejalan dengan realita gerakan KAMMI saat ini ? Sebagai ORMAS, KAMMI tentunya selalu berusaha konsisten pada Visi Misi yang di emban dengan menitik beratkan perjuangan pada kemaslahatan masyarakat Indonesia.

Produktivitas Kader KAMMI
Kini perjalanan KAMMI hampir mencapai tahun ke duabelas pasca Reformasi ’98. Banyak hal yang sudah terlewati. Seiring derap langkah perjuangan yang kian hari semakin menerjal, KAMMI selalu berusa agresif dan progressive dalam menyikapi permasalahan baik ditingkat lokal maupun nasional. Disamping itu, tentunya masih banyak hal yang sepatutnya perlu dibenahi didalam KAMMI. Sudahkah KAMMI konsisten dengan misinya yang selalu menjadi Pelopor, Perekat dan Pemercepat proses Perubahan ? semaksimal apakah peran KAMMI dalam upaya pelayanan sosialnya? Sejauh mana aktivitas pendidikan politik yang diberikan kepada masyarakat ? Ataukah KAMMI sudah tidak lagi menjadi refrensi pemikiran bagi Ormas-Ormas lainnya ? dan banyak pertanyaan lagi yang semsestinya sedini mungkin harus dijawab oleh regenerasi kader-kader KAMMI kedepannya.

Membaca situasi seperti ini, nampaknya geliat KAMMI harus dimulai kembali. Saya membahasakan kembalinya KAMMI ini layaknya difilm-film hollywod yang lagi ngetren saat saat ini dengan sebuah istilah “KAMMI Return”. Yah.. KAMMI memang harus bangkit dan kembali pada poros perjuangan sebenarnya yakni melalui gerakan Masjid-Kampus. Geliat masji-kampus bagi satuan Komisariat adalah pangkal perjuangan KAMMI sebenarnya karena beranjak dari sinilah hal yang menentukan kawntitas dan kwalitas gerakan KAMMI kedepan.

Tak dapat dinafikan. Masjid-Kampus adalah wadah penggodokan sekaligus penanaman mentalitas perjuangan yang cukup “aman”. Eep saefullah Fatah pernah mengatakan bahwa kampus merupakan ruang yang paling aman untuk bergerak ditengah kokohnya Negara. Sedangkan masjid adalah symbol primordial yang kini memperoleh ruang yang sama amannya dengan kampus, dan KAMMI berhasil memanfaatkan kedua variable itu dengan baik. “Mereka muncul dari basis kampus dan bergerak di masjid”.

Kemudian, sampailah kita pada permasalahan klasik namun menarik untuk dikaji. Seringkali bermunculan masalah yang dirasa tidak perlu untuk dibahas. Tapi saya akan mencoba sedikit memberikan ruang berfikir yang nantinya akan menjadi bahan diskusi “kecil” bagi teman-teman aktivis KAMMI. Di kampus, KAMMI adalah organisasi ekstra yang bergerak dalam ranah siyasih dengan selalu memberdayakan kader-kadernya berafiliasi di tataran ormawa tingkat jurusan, fakultas dan Institut (HMJ/HIMA, BEM-DPM Fak, BEM-DPM Inst). Lantas, seberapa efektifkah KAMMI memberdayakan kader-kadernya di masing-masing lembaga tersebut ? Berapa kader yang semestinya harus disiapkan dalam rangka ekspansi siyasih tiap tahunnya? Jika boleh bermain hitung-hitungan, ceritanya akan seperti ini.
Reproduksi Kader Siyasih KAMMI untuk :
• BEM Institut = 10, DPM Institut = 4 (kondisional, tergantung suara Partai)
• BEM Fakultas = 5 x 4 fak = 20, DPM Fakultas = 3 x 4 fak = 12
• Jurusan = 3 kader x 9 jur = 27
Jadi total dibutuhkan kader yang dikaryakan dan siap diterjunkan ke ranah lembaga publik kampus sebanyak 10 + 4 + 20 + 12 + 27 = 73 kader/tahun.
Dengan jumlah tersebut, KAMMI akan siap menerima tantangan “pengambil aliahan” pucuk kepemimpinan dimata publik kampus setiap tahunnya. Kebijakan KAMMI komisariat mengadakan dua kali perekrutan tiap tahunnya menjadi peluang dalam mengkaryakannya untuk siap mental diterjunkan diranah publik kampus. Inilah siyasih yang sebenarnya. Pengekspansian kader KAMMI adalah bentuk dakwah yang merata disetiap lembaga publik kampus. Dibutuhkan semangat dan energi lebih untuk melakukan hal ini.

Patut disadari, bahwa rata-rata semua gerakan mahasiswa saat ini sedang mengalami reduksi pengkaderan. Apalagi di kampus. Berdasarkan hasil forum REKTOR yang telah jauh-jauh hari berlangsung, bahwa tidak akan menutup kemungkinan akan diberlakukan kembali NKK/BKK versi baru. Yakni pembatasan gerakan mahasiswa dalam berkinerja dengan alasan:
• Akan mengembalikan fungsi kampus yang back to education
• Kampus lebih cenderung memenuhi kebutuhan pasar.
• kampus tidak melahirkan orang-orang “radikal”, anarkis, dan tidak produktif.

Melihat hal itu, tentunya ini akan menjadi tantangan baru bagi kelangsungan gerakan aktivis kampus kedepannya. Lebih-lebih KAMMI yang seyogyanya sedini mungkin menyiapkan amunisi untuk tetap eksis dengan selalu mengasah kwalitas dan kwantitas kadernya. Dengan demikian, KAMMI mampu memberikan daya dobrak dan produktifitas kader yang tak dipandang sebelah mata oleh birokrat dan masyarakat kampus.

Dipenghujung tulisan ini sedikit saya sampaikan bahwa jangan sejkali-kali menganggap politik kampus itu adalah hitam ataupun putih. Seolah-olah ada parsialisasi diantaranya. Tapi jadikan politik kampus sebagai sebuah manifestasi sarana gerakan yang mendorong semangat perjuangan mahsiswa untuk lebih baik. Mengingat sosok MUSLIM NEGARAWAN hanya akan terlahir dari rahim kaum Intelektual Profetik dan selalu berfikir Visioner untuk perubahan.

Untuk agama, dan negaraku tercinta.