Jumat, 30 Juli 2010

Bacalah, Niscaya Engkau akan Mengetahui

Membaca, mungkin bagi kebanyakan orang hanyalah aktifitas hambar tanpa manfaat. Ia mungkin di anggap, sebagai aktifitas yang jenuh dan membosankan. Atau barangkali banyak orang yang membaca, namu mereka tidak mendapatkan apa-apa dari yang mereka baca. Mereka membaca hanya sekedar penghantar tidur di malam hari. Atau mungkin ada di antara mereka yang enggan untuk membuka lembara-lemabaran buku, entah karena apa, mereka sepertinya, tidak memiliki semangat yang kuat, tekat yang membaja untuk melahap bahan-bahan bacaan. Kerap kali mereka membaca hanya sekedarnya saja, tak merampungkan bacaan sampai tuntas.

Apakah yang kita baca hanya buku ? membaca idelanya memang adalah, bukan hanya membaca buku. Masih banyak bahan-bahan bacaan lain yang mesti juga kita garap. Misalnya surat kabar atau koran, darinya kita dapat mengetahui perkembangan-perkembangan teraktual, dari dalam dan luar negeri. Bukankah ayat pertama kali yang diturunkan Allah adalah IQRO’ “Bacalah”. Sebetulnya ini adalah isyarat sejarah, yang memang mau tidak mau, suka ataupun tidak suka kita dianjurkan untuk membaca. Membaca dalam hal ini, tidak hanya membaca Al-Qur’an, buku, Koran, majalah. Tetapi juga kita di anjurkan untuk membaca lingkungan yang ada di sekitar kita, serta membaca perkembangan zaman

Membaca tidak hanya akan menambah pengetahuan kita, tapi ia juga akan membuat wawasan kita semakin bertambah, dan tentu ilmu kita juga semakin banyak. Pengetahuan yang kita dapat dengan cara membaca, akan sangat bermanfaat bagi kita.
Membangun tradisi membaca, bukanlah pekerjaan gampang, membangun kebiasaan membaca juga bukan pekerjaan mudah. Ia tidak hanya cukup dengan membeli buku-buku bermutu, ia juga tidak hanya cukup dengan membangun pustaka pribadi. Akan tetapi, ia bukan juga sebuah pekerjaan yang terlampaui sulit untuk dilakukan.

Yang di butuhkan bagi mereka yang mau dan yang suka membaca, hanyalah kemauan yang kuat, tekat yang membaja dan didorong oleh rasa keingintahuan, yang terus menggeloora dalam jiwa. dan inilah yang kita sebut dengan motivasi. Dan motivasi itu sendiri adalah keadaan dalam diri induvidu yang memunculkan, mengarahkan dan mempertahankan prilaku, atau dengan kata lain dorongan terhadap diri agar mau melakukan sesuatu. Dan pada saat yang sama, membangun kebiasaan membaca, harus di mulai dari kepribadian induvidu.

Pada mulanya, kita lah yang membentuk kebiasaan untuk membaca. Pada fase ini memaksakan diri untuk membaca adalah, sesuatu yang mutlak di lakukan. Kalau kebiasaan-kebiasaan itu sering dan terus di lakukan maka, pada gilirannya kebiasaan-kebiasaan itu, akan menjadi karakter atau prilaku. Jika kebiasaan-kebiasaan membaca sudah menjadi karakter, maka selanjutnya karakter membaca akan menjadi kebutuhan. Dan pada gilirannya, jika membaca sudah menjadi kebutuhan, maka kepribadian kita akan di tuntun oleh arah arus pemikiran kita, untuk membaca dan terus membaca.
by, Mansur Amriatul

Harapan Besar Orang Tua, Akankah Kita Sia-siakan ?

Begitu besar harapan mereka, begitu kuat keinginan mereka, mereka manaruh harapan besar kepada anak-anak mereka, sekiranya masa depan anak-anak mereka lebih baik dari kondisi mereka saat ini. Mereka begitu semangat, semangatnya begitu menggelora, semangat itu terimplemetasi dalam karya-karya juang mereka. Mereka mendedikasikan seluruh kehidupan mereka untuk bekerja, membesarkan, serta mendidik anak-anak mereka agar menjadi baik. Untuk merealisasikan cita-cita besar itu, mereka berkarja tak mengenal kata lelah, mereka bekerja bersimbah keringat, mereka bekerja membanting tulang, agar kelak anak-anak mereka, sedikit tidaknya, harus lebih baik dari kehidupan mereka saat ini.

Dalam keheningan malam, mereka terlarut dalam sujud panjangnya, seraya terus berdo’a untuk anak-anak mereka, untuk kesehatan anak-anak mereka, yang tengah merantau di negeri orang untuk mencari secuil ilmu. Mereka rela bekerja apa saja, yang mungkin barangkali bagi kebanyakan orang pekerjaan yang mereka lakoni adalah pekerjaan yang rendah, dan bahkan mungkin hina. Namun hati mereka begitu teguh, seteguh keyakinan mereka akan kebesaran dan pertolongan Allah. Selama pekerjaan itu masih dalam koridor syariat, mereka akan tetap lakukan, meskipun taruhannya perasaan mereka yang terus di cibir oleh orang-orang disekitar mereka. mereka menelan pil pahit cobaan itu, hanya untuk membahagiakan anak-anak mereka, yang tengah berjuang dan bergulat, dengan pengetahuan di negeri rantauan.

Senyum mereka begitu tulus, setulus harapan mereka yang lahir dari hati dan jiwa yang bening. Mereka hanya tamat SMA, SLTP atau mungkin mereka, hanya mengenyam pendidikan setingkat SD atau bahkan putus SD. Namun semangatnya begitu kuat, untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga ke pendidikan yang lebih tinggi. Mereka tidak ingin anak-anaknya, hanya mendapatkan pendidikan hingga SMA. Mereka yakin dan sadar bahwa, warisan pendidikan jauh lebih berharga ketimbang harta.
Kami yakin dengan penuh kesdaran yang sungguh, kami tidak akan mampu membalas jasa baik mereka.

Mereka telah mengorbankan segala yang mereka miliki, untuk anak-anaknya. Mereka tidak menuntut banyak, jika kelak anak-anaknya sukses. Mereka malah berbangga manakala anak-anaknya, lebih baik dari kehidupan meraka. Ya Allah, begitu besar pengorbanan kedua orang tua kami, begitu besar perjuangan mereka. Mereka telah bersusuh payah, mendidik dan membesarkan kami, membiayai pendidikan kami. Ya Allah, kepadamu kami bersimpuh dan berharap, sekiranya Engkau memafkan kesalahan-kesalahan mereka, mengampuni segala dosa-dosa mereka, serta tempatkan mereka di surgu-Mu. Amin

Minggu, 04 Juli 2010

IKIP MENANGIS...!


Institute keguruan dan ilmu pendidikan (ikip) MATARAM saat ini sedang menangis. Bagaimana tidak, permasalahan bertubi-tubi hadir silih berganti dan sama sekali tidak memiliki solusi yang gurih dan hangat untuk mencairkan kebekuan segala permasalahan yang sedang terjadi. Mahasiswa yang apatis terkadang menjadi kendala terwujudnya suatu peubahahan dalam atmosphere kampus. Keegoisan mementingkan kepentingan pribadi para mahasiswa menjadi penyakit menahun yang sulit diobati. Para mahasiswa hanya berpikir how to getting high score n cepat wisuda, THAT’S ALL !!!. Dari sekitar 13.000 mahasiswa hanya segelintir mahasiswa yang sudi memikirkan kemajuan dan kedamaian ALMAMATERNYA. Bagaimana IKIP bisa melahirkan calon guru yang professional jika keadaan pabrik untuk mencetak para calon guru yang professional tersebut amburadul, tidak terorganisir dan tidak terawat dengan baik. Mari kita sorot dari hal yang terkecil ; dari aspek pakaian apakah pantas seorang calon guru mamakai pakaian sexy, kaos oblong, celana robek disana-sini, dan terkadang menggunakan sandal, how come to get high quality teacher?. Itu baru kulit dari permasalahan yang ada di IKIP dan kita belum membedah masalah-masalah pelik lainnya. Tempat parkir yang tidak memadai, WC yang luar biasa ma’ nyuuuss baunya, para pegawai di Fakultas yang kurang ramah (senyum dikit dunkz pak…cakep dech!!) khususnya mahasiswa FPBS mengeluh akan hal ini special for kajur n sekjur). Yang di sayangkan pula masalah adminstrasi yang kurang baik; terkadang banyak mahasiswa yang mengurus KRS menjelang semester. Sebernanya ini merupakan pelanggaran akademis, kartu rencana kok diserahkan pada akhir proses KBM??? Lalu siapa yang kita salahkan birokrasi yang kurang ketat make aturan atau mahasiswa itself yang tidak disiplin. KHS yang masih kosong karena kelalaian dosen memberikan nilai pada fakultas dan itu menyusahkan mahasiswa khususnya saat mengurus beasiswa atau PPL/KKN. Penerimaan maba yang melimpah ruah ; penggabungan kelas terjadi, suasana belajar menjadi tidak kondusif (PR1 n’ PR3 siap mengundurkan diri bila tahun depan ikip menerima maba lebih dari 3000 org, presma said saat acara KP KAMMI berlangsung 12-01-10). Dan masih banyal lagi yang tidak mampu tertulis dalam kertas putih ini. Permasalahan – permasalahan yang ada di kampus IKIP Mataram tidak akan pernah hilang sampai kapanpun apabila kita tidak mau bergerak melakukan suatu perubahan untuk mewujudkan IKIP TERSENYUM KEMBALI

By, Fitriningsi (Co।Keputrian Kebijakan Publik KAMMI IKIP 2010)

MEMBUKA MATA HATI TENTANG KONDISI KAMPUS IKIP MATARAM


Dinamika perpolitikan mahasiswa tak pernah lepas dari dunia kampus. Tidak dapat kita pungkiri kalau mahasiswa sebagai agen of control memiliki andil dalam pengambilan kebijakan , terlebih lagi beberapa lembaga yang ada dicivitas akademika lembaga tersebut memiliki otoritas tertentu dalam mengayomi wilayah kampus dan mahasiswa. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Jurusan(HMJ) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Lembaga ini bermain dalam wilayah internal kampus dan kepengurusannya berisikan mahasiswa yang tercatat masih aktif program studinya. Secara umum ke tiga lembaga ini memiliki andil penting dalam isu dan pengambilan kebijakan kampus . Mau kemana dan bagaimana nantinya kampus akan di kelola, lembaga inilah yang akan mewujudkannya dalam tataran kerja dan lapangan. Ketika pejabat kampus serta lembaga-lembaga ini tidak mampu berkoordinasi dalam mengaspirasikan harapan civitas kampus umum, maka akan timbul saling ketidakpercayaan, stagnansi hingga kemerosotan akreditasi kampus dalam tataran akademis, fasilitas dan budaya.

Secara lebih rinci, ada beberapa alasan mengapa lembaga mahasiswa ini dianggap sangat krusial dan penting:

1. Jalur komunikasi antara mahasiswa dan birokrat kampus. Lembaga mahasiswa memiliki peran sebagai penyampai aspirasi mahasiswa di segala lapisan baik akademisi, organisatoris hingga preman kampus. Perlu diingat bahwa Perguruan Tinggi merupakan salah satu sarana yang dibuat dalam meningkatkan pembangunan negara secara umum, oleh karena itu tak heran bahwa banyak perubahan besar yang diawali dari gerakan lembaga kemahasiswaan ini. Adanya lapangan basket,labotarium, internet, pustaka hingga tempat parkir merupakan fasilitas yang diberikan karena adanya sebuah permintaan yang dalam hal ini diajukan oleh mahasiswa secara umum dan disampaikan kepada pihak birokrat melalui lembaga kemahasiswaan.Sekarang yang menjadi pertanyaan besar kita sudahkah lembaga kemahasiswaan melakukan fungsi dan tanggung jawabnya secara organisatoris?, disinilah mahasiswa berkontribusi menyampaikan aspirasinya ke lembaga kemahasiswaan tersebut.

2. Penyaluran kreatifitas mahasiswa. Dalam kehidupan perkuliahan, mahasiswa cenderung memiliki sikap aktualisasi dan apresiatif. Yakni sikap atau tindakan unjuk kemampuan dan kehebatan sesuai bakat serta karakter pribadinya masing-masing. Hal ini merupakan sisi positif yang dimiliki oleh seorang pemuda khususnya mahasiswa. Sehingga diperlukan adanya sebuah sarana dan prasarana dalam menyalurkan bakat dan kreatifitas mereka dan nantinya diharapkan menjadi suatu hal yang produktif dalam meningkatkan pembangunan dan pendidikan negeri ini. Aktualisasi ini bisa berupa bidang olahraga dan seni, kepemimpinan, religi, hingga dana usaha yang mendukung perekonomian kampus menuju kampus yang mandiri. Sumber daya ini begitu sia-sia ketika pihak birokrat kampus tidak memanfaatkannya dengan baik, bahkan melakukan tindakan ‘pembunuhan karakter’ kepada mahasiswa. Padahal SDM seperti inilah yang nantinya mampu melakukan akselerasi pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Paling tidak, negara secara tidak langsung diuntungkan dengan berbagai macam potensi anak-anak bangsa yang artinya kaya dengan SDM.

3. Merupakan maket dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kampus yang ideal tentunya memiliki dinamisasi pergerakan yang sehat. Secara harafiah, segala kegiatan mahasiswa beserta potensinya terkelola dengan baik. Kampus yang dikenal sebagai miniatur negara, merupakan tempat berkumpulnya pemuda dari pelosok daerah dengan segala perbedaan dan bentuk sosial, tentunya juga beragam potensi. Ketimpangan sosial yang terjadi dalam kampus adalah cerminan dari kesenjangan sosial di masyarakat. Berhasil tidaknya ideologi yang diterapkan negara dapat dilihat di kampus. Begitu juga ketika kita harus mensensus seberapa besar kepedulian masyarakat terhadap kondisi negara, maka lihatlah di kampus kita masing-masing, sejauh apa mahasiswa turut andil dalam dinamisasi pergerakan lembaga kemahasiswaan. Mahasiswa yang dikatakan sebagai sumber cadangan pemimpin masa depan bangsanya, kini menjadi tumpuan masyarakat dalam pengolahan dan manajemen kekayaan negara. Tidak hanya itu, tanggung jawab penuh juga diserahkan kepada mahasiswa dalam melakukan pengawasan jalannya roda pemerintahan. Karena disamping fungsi kontrol dan pressure terhadap pemerintah, mahasiswa tentunya dituntut mampu memberikan solusi dari berbagai permasalahan bangsa.

Dinamika pergerkan mahasiswa tidak boleh surut untuk sebuah perubahan terlebih lagi memasuki dunia kampus yang penuh dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang terkadang tidak berpihak kepada kepentingan mahasiswa, Sejenak kita kembali merenung pada kondisi real kampus kita di IKIP Mataram, seiring dengan berbagai pembangunan dan pembenahan kampus yang sampai hari ini terus berlanjut.Kampus IKIP Mataram dengan keadaan kondisi lahan yang sudah tidak bisa menampung mahasiswa lagi, ada 13000 lebih mahasiswa berada di IKIP Mataram, kondisi ini tidak pernah terpikirkan oleh para pejabat kampus bagaimana mencari solusinya, setidaknya beberapa Tri Lini tadi dapat memberikan masukan kepada birokrasi sehingga tidak terjadi ketimpangan di kalangan mahasiswa, terutama pelayanan yang sampai hari belum sepenuhnya kita rasakan, dari keadaan tersebut harapan kita beberapa lembaga kemahasiswaan secepatnya melakukan rekayasa politik ( rekayasa kampus) yang Secara harafiah diartikan sabagai cara/proses yang dilakukan untuk mengubah serta mengelola isu dan wacana di kampus sehingga kondisi kampus sedikit demi sedikit terjadi perubahan sesuai dengan yang kita harapkan. Pada dasarnya, merekayasa kondisi sosiologi kampus sebagai ruang lingkup mahasiswa sering dan selalu kita lakukan. Seperti pembuatan mading sebagai sarana media informasi, adanya fasilitas seni dan olahraga, serta berbagai penunjang akademis yang biasa kita sebut dengan pustaka ataupun ruang baca mahasiswa. Kondisi kampus yang tentram menjadi dambaan setiap civitas kampus. Hanya saja kini kita tidak lagi mampu menilai seperti apa makna tentram yang kita harapkan. Apakah tentram ketika stabilitas terbentuk dikarenakan tidak adanya dinamisasi pergerakan yang terjadi atau tatkala mahasiswa tidak peduli dengan kondisi real kampusnya hingga tercipta sikap antipati apapun yang terjadi dikampus.

Ada beberapa sarana penting yang memiliki peran penting dalam melakukan dinamisasi pergerakan atau rekayas akampus, dilihat berdasarkan level yang bisa digunakan oleh mahasiswa secara independent :

1. Tri-Lini Lembaga Mahasiswa. Yakni terdiri dari BEM, HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) serta beberapa unit UKM yang ada di civitas akademika IKIP Mataram. Ketiga lembaga ini memiliki andil dalam memfasilitasi ruang gerak mahasiswa. Bersamaan dengan ini, mahasiswa dinaungi secara yuridis oleh birokrat kampus terhadap kegiatan apa saja yang mereka lakukan. Sehingga penguasaan Tri-Lini ini berarti mampu menguasai sosiologi kampus secara umum, karena sumber informasi serta jaringan yang terbentuk dapat dimanfaatkan secara penuh dalam mengolah kebijakan dan mengkondisikan kampus sesuai dengan misi yang dibuat.

2. Media Informasi Kampus. Merupakan sarana penyampaian isu-isu kampus baik internal maupun eksternal. Bisa berupa mading, buletin dan internet. Namun yang lebih populer biasanya adalah buletin bisa juga mading .Sarana – sarana ini cukup praktis dan efektif dalam memberikan informasi. Isu dan wacana umum dapat disebar melalui sarana ini. Dan tentunya resiko yang didapat cenderung kecil sebab mading sifatnya non-permanen.

3. Basis Massa. Terdiri dari mahasiswa, dosen hingga pejabat institusi perguruan tinggi seperti Dekan dan Rektor. Menjadi penting karena merekalah yang nantinya akan merasakan langsung dampak dari perubahan yang terjadi. Kekuatan massa mampu menggoyahkan suatu pemerintahan yang solid sekalipun. Stabilitas politik dapat kita nilai dari seberapa terkendali basis massa dalam mendukung suatu kebijakan politik.

Tentunya dinamisasi dan rekayasa kampus tak semudah yang dibayangkan. Perlu adanya sinkronisasi gerakan antara 3 level diatas. Tri-Lini LM sebagai pencetus kebijakan, Media sebagai alat informasi dan Basis Massa sebagai objek dari kebijakan yang dibuat. Kemapanan kebijakanyang dibuat elite kampus, dinilai berhasil saat basis massa mendukung sepenuhnya dan paling tidak ada ataupun tidak bagi level 3 hal itu tidak merugikan secara materiil dan psikis.

Catatan untukmu kawan
...kita sudah menangis cukup lama. saatnya berdiri diatas kedua kaki dan jadilah manusia!!!.
kami wariskan kepada kalian, hai anak-anak muda, rasa simpati pada kaum papa, kaum bodoh, dan golongan-golongan tertekan. Pergilah sekarang ke jalan itu. dan berteriaklah sekuatmu. Jadilah sahabat terbaik mereka, yang tidak pernah merasa jijik untuk memeluk kaum rendah, yang lebih suka memenuhi undangan makan seorang bocah yatim.
pada dunia....
tundukkan kepalamu!
yakinkan diri anda bahwa kita dilahirkan untuk berbuat hal-hal yang besar.
hei anak muda...
jangan takut pada suara anjing menyalak.
tidak !!!
tidak boleh menjadi penakut, sekalupun mendengar guntur diatas langit itu. tetaplah berdiri tegak ! di jalan itu ! jalan para pejuang jalanan.
karena negaramu meminta pahlawan-pahlawan sejati.
pahlawan itu, ada di sini,
....
ALLAH AKBAR...

By. Mansur Amriatul

(Ketua Departemen Kebijakan Publik KAMMI IKIP Mataram 2010)